Otomotif

Subaru ragu ekspansi EV karena ketidakpastian tarif dan insentif pajak

×

Subaru ragu ekspansi EV karena ketidakpastian tarif dan insentif pajak

Sebarkan artikel ini


Jakarta (ANTARA) – Dalam pengumuman terbaru pekan ini, Subaru menyatakan sedang mengevaluasi kembali strategi elektrifikasinya di tengah ketidakpastian industri otomotif global.

Saat ini, situs resmi Subaru di Amerika Serikat (AS) hanya menampilkan satu model mobil listrik (EV), yaitu Solterra yang baru saja mendapatkan pembaruan tampilan dan fitur. Satu lagi, Trailseeker yakni SUV berukuran sekelas Outback yang diperkenalkan di New York Auto Show bulan lalu dan dijadwalkan meluncur pada 2026.

Namun, menurut laporan Carscoop pada Senin, kemungkinan besar pabrikan mobil tersebut tidak akan menambah model EV dalam waktu dekat.

Kondisi pasar EV yang melambat bukan satu-satunya pertimbangan Subaru. Ketidakjelasan kebijakan pemerintah AS terkait tarif impor dan kredit pajak EV membuat semua produsen otomotif, termasuk Subaru, kesulitan membuat perencanaan jangka panjang.

Baca juga: Subaru Forester Hybrid 2025 dikonfirmasi untuk Australia

Tidak ada kepastian apakah insentif akan diperpanjang atau justru dihapus, dan bagaimana struktur tarif akan berubah dalam enam hingga 12 bulan ke depan.

Subaru memperkirakan bahwa kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump dapat menimbulkan kerugian hingga 2,5 miliar dolar AS pada tahun ini.

Meski memiliki pabrik di Indiana, Amerika Serikat, Subaru hanya bisa memproduksi sekitar setengah dari lebih dari 700.000 unit mobil yang dijual setiap tahunnya di AS, sedangkan sisanya harus diimpor.

Pabrik Indiana sebenarnya bisa dipacu hingga kapasitas 500.000 unit per tahun, namun rantai pasoknya hanya mendukung maksimal 370.000 unit tanpa peningkatan besar-besaran.

Baca juga: Mobil listrik baru kolaborasi Toyota-Subaru akan diluncurkan 2026

Dengan keterbatasan tersebut, model Trailseeker kemungkinan besar akan diproduksi di Jepang, di fasilitas dekat Tokyo. Sementara itu, rencana sebelumnya untuk membangun pabrik khusus EV kini juga sedang dikaji ulang.

Subaru mempertimbangkan untuk menambahkan produksi kendaraan berbahan bakar konvensional ke dalam fasilitas baru tersebut.

Pengakuan ini disampaikan saat Subaru mengumumkan laporan keuangan akhir tahun fiskal. Dalam laporan tersebut, laba operasional turun 13 persen menjadi 2,7 miliar dolar AS, dengan penurunan penjualan global sebesar 4,1 persen menjadi 936.000 unit.

Di Amerika Utara, pengiriman turun 4,1 persen menjadi 732.000 unit, sementara pasar Jepang justru mengalami pertumbuhan 5,4 persen menjadi 104.000 unit.

Baca juga: Subaru jelaskan penyebab belum terjun ke pasar mobil listrik Indonesia

Baca juga: Saham Toyota dan Subaru turun setelah umumkan penarikan mobil listrik

Pewarta:
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *